Agama Tidak Membuat Orang Jadi Baik

Tidak ada satu Agama pun di dunia, yang bisa membuat orang jadi baik. Yang ada; Orang baik dan mempunyai niat yang baik, menggunakan Agama apa pun, untuk tujuan kebaikan. Pasti dia akan jadi baik.
Jadi pilihlah Agama yang sesuai dengan Hati Nurani.

Rabu, 21 April 2010

Perempuan Adat Tuntut Agama Lokal Diakui

Setelah mengunjungi Kaukus Perempuan Parlemen Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, sebanyak 30 Perwakilan Perempuan Adat hari ini berkunjung ke Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Perlindungan Anak, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan. Mereka meminta dukungan agar agama lokal diakui setara 6 agama lain yang sudah resmi.



"Pengakuan agama lokal bagi perempuan adat penting karena di lapangan terjadi diskriminasi pada pencatatan pernikahan yang akan berdampak pada karier hingga status anak," kata Koordinator Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika, Nia Sjafrudin, di Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Rabu (21/4).

Aliansi berharap semua institusi yang dikunjungi mengakui perempuan adat dalam hal kepemimpinan, peningkatan layanan kesehatan, dan akses pendidikan, serta penghapusan diskriminasi dan kekerasan. Sejauh ini, Nia mengungkapkan, kunjungan yang dilakukan berhasil membuka pandangan anggota Dewan Perwakilan Daerah terhadap masalah agama lokal dan perempuan adat.

"Mereka berjanji akan memasukkan masalah kami dalam rapat paripurna,” kata Nia sambil menambahkan, “Kami juga dijanjikan untuk bertemu kembali.”

Akibat tidak diakuinya agama lokal, Nia mengatakan, masyarakat adat terpaksa memilih enam agama yang diakui hanya demi pencatatan kewarganegaraan. Dampaknya, mereka tertera beragama tertentu namun tetap menjalankan ritual adat. "Sampai sekarang data agama lokal itu kabur, karena ada ketakutan untuk mengakuinya," kata Nia.

Wakil Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Desti Murdjiana, menyatakan, kelompok adat terluka karena tidak ada pengakuan terhadap agama mereka. "Mereka harus menganut agama tertentu, tapi kalau praktiknya tidak sesuai maka dianggap pelanggaran agama," kata dia.

Nia menambahkan, diskriminasi terhadap agama lokal terlihat jelas mulai dari garis koordinasi di pemerintahan yang menempatkannya di bawah Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, bukan Kementerian Agama. "Keberadaan agama lokal, dianggap sebagai komoditi pariwisata yang mengikis nilai sakral ritual adat," kata dia menyesalkan.

DIANING SARI